Pola kalimat cuma ada dua yaitu Fi’il + Fa’il ± Maf’ul Bih atau Mubtada’ + Khobar. Artinya jika kita menjumpai kalimat sempurna dalam bahasa Arob, pasti ia berpola salah satu dari dua ini. Kalimat berpola ini, kebanyakan ditambahi dengan pola-pola lain yang sifatnya pelengkap. Coba bandingkan contoh-contoh di bab sebelumnya dengan contoh yang sudah melibatkan pola pelengkap berikut:
تَعَلَّمَ زَيْدٌ عِلْمَ التَّفْسِيرِ فِي المَسْجِدِ النَّبَوِيِّ
Zaid belajar ilmu Tafsir di Masjid Nabawi
Dalam contoh di atas, warna merah yang ditebali adalah pola pokok kalimat yaitu Fi’il + Fa’il + Maf’ul Bih, adapun selebihnya adalah pola tambahan yaitu pola Idhofah, pola Jer + Majrur, dan pola Na’at + Man’ut. Untuk kasus seperti inilah, maka Anda perlu mempelajari Bab 5 ini.
Daftar Isi Artikel :
Mengenal 7 Bab Penting
Tujuh Bab Penting tersebut adalah sebagai berikut:
- Mengenal Isim, Fi’il, dan Huruf
- Fi’il, Fa’il, dan Maf’ul Bih
- Mubtada’ dan Khobar
- Jer Majrur
- Idhofah
- Na’at Man’ut
- Kana dan Inna
Tiga yang pertama sudah dipelajari di muka, yang merupakan bahasan pokok. Tersisa 4 bab berikutnya. Tujuh Bab di atas berisi 13 istilah penting, yaitu:
- Fa’il
- Maf’ul Bih
- Mubtada’
- Khobar
- Isim Majrur
- Mudhof
- Mudhof Ilaih
- Na’at
- Man’ut
- Isim Kana
- Khobar Kana
- Isim Inna
- Khobar Inna
Perhatikan bagan di bawah ini:
Penjelasan Bagan
- Hukum : maksudnya marfu’, manshub, dan majrur.
- Marfu’ : isim yang harokat akhirnya adalah dhommah atau dhommatain.
- Manshub : isim yang harokat akhirnya adalah fathah atau fathatain.
- Majrur : isim yang harokat akhirnya adalah kasroh atau kasrotain.
- Fa’il : Subjek atau pelaku perbuatan, baik ia berakal atau tidak. Contoh Fa’il non-akal: Pena itu jatuh dan kemenangan telah datang.
- Maf’ul Bih : Objek dan ia mengandung dua makna: (1) korban dan (2) yang dikenai pekerjaan. Contoh objek dengan makna korban: Zaid memukul anjing. Contoh objek dengan makna dikenai pekerjaan: Zaid membaca Al-Qur`an.
- Mubtada’ : isim ma’rifatyang berada di awal kalimat. Tanda isim ma’rifat adalah diawali al atau menunjukkan nama sesuatu. Mubtada’ selalu di awal kalimat, bukan di tengah atau di akhir.
- Khobar : isim pelengkap Mubtada’ yang berisi kabar atau informasi tentangnya.
- Isim Kana : Mubtada’ yang kemasukan Kana.
- Khobar Kana : Khobar yang kemasukan Kana.
- Isim Inna : Mubtada’ yang kemasukan Inna.
- Khobar Inna : Khobar yang kemasukan Inna. Contoh untuk komponen Kana dan Inna sebagai berikut:
Masjid itu indah جَمِيلٌ المَسْجِدُ ١ Khobar Mubtada’ Dahulu Masjid itu indah جَمِيـلًا المَسْجِدُ كَانَ ٢ Khobar Kana Isim Kana Sungguh Masjid itu indah جَمِيلٌ المَسْجِـدَ إِنَّ ٣ Khobar Inna Isim Inna - Isim Jer : isim yang kemasukan huruf Jar. Huruf Jar berjumlah 9, yaitu: (مِنْ) ‘dari’, (إِلَى) ‘kepada / menuju’, (عَنْ) ‘dari’, (عَلَى) ‘di atas’, (فِي) ‘di dalam’, (رُبَّ) ‘betapa banyak / betapa sedikit’, (ب) ‘dengan / sebab’, (كَ) ‘bagaikan / seperti’, dan (لِ) ‘untuk / milik’.
- Mudhof : isim ke-1 dari pola Idhofah yang tidak boleh ber-al dan tanwin. Idhofah adalah gabungan dari dua isim yang menghasilkan makna baru. Contohnya rumah Alloh. Rumah artinya tempat tinggal dan Allōh artinya Sang Pencipta yang disembah. Jika digabungkan dua kata ini maka menjadi “Rumah Alloh” yang artinya Ka’bah atau Masjid. Mudhof tidak memiliki hukum secara mandiri, tetapi nebeng kepada pola lain. Sengaja penulis cantumkan di sini, untuk memudahkan memahami isim ke-2, yaitu Mudhof Ilaih.
- Mudhof Ilaih : isim ke-2 dari pola Idhofah. Contoh Idhofah adalah:
بَيْتُ اللهِ
Rumah Alloh
(بيت) “Rumah” sebagai Mudhof. Mudhof memiliki dua ketentuan, yaitu tidak boleh diawali al dan tidak boleh diakhiri tanwin. Ini menunjukkan Mudhof menyelisihi tabiat asal dari isim. Mudhof tidak terkait dengan hukum. Ia boleh dihukumi marfu’, manshub, atau majrur sesuai konteks kalimat.
(اللهِ) atau Lafzhul Jalalah (lafazh yang mulia) sebagai Mudhof Ilaih. Mudhof Ilaih memiliki satu ketentuan, yaitu wajib majrur.
- Na’at : sifat.
- Man’ut : yang disifati, seperti kalimat: Lelaki yang tinggi itu adalah Ahmad. Lelaki adalah Man’ut (yang disifati) dan yang tinggi adalah Na’at (sifat). Na’at harus mengikuti Man’ut dalam tiga hal:
- Hukum (marfu’ / manshub / majrur)
- Jenis (laki / perempuan)
- Kejelasan (ma’rifat / nakiroh)
Contohnya:
تَعَلَّمَ زَيْدٌ عِلْمَ التَّفْسِيرِ فِي المَسْجِدِ الكَبِيرِ
Zaid belajar ilmu Tafsir di Masjid yang besar
(المَسْجِدِ الكَبِيرِ) atau “Masjid yang besar” berpola Na’at + Man’ut, di mana Al-Masjid adalah Man’ut, dan Al-Kabir adalah Na’at. Jika kita perhatikan dua isim di atas, memiliki tiga kesamaan yang merupakan syarat sahnya Na’at. Tiga kesamaan itu adalah sama-sama marfu’, sama-sama isim laki-laki[1], dan sama-sama ma’rifat.
Latihan Soal
Cari hukum dan alasan untuk setiap isim di empat soal berikut ini!
تَعَلَّمَ زَيْدٌ عِلْمَ التَّفْسِيرِ فِي المَسْجِدِ الكَبِيرِ | ١ |
Zaid belajar ilmu Tafsir di Masjid yang besar | |
المُؤْمِنُ القَوِيُّ خَيْرٌ مِنَ المُؤْمِنِ الضَّعِيفِ | ٢ |
Mukmin yang kuat lebih baik daripada Mukmin yang lemah | |
كَانَ عَبْدُ اللهِ رَجُلًا مَاهِرًا فِي الفَصْلِ الأَوَّلِ | ٣ |
Dahulu Abdullah adalah lelaki yang pintar di kelas satu | |
إِنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيرٌ | ٤ |
Sungguh Alloh Mahakuasa atas segala sesuatu |
Jawaban Soal No. 1
Zaidun | : hukumnya marfu’ karena menjadi Fa’il. |
---|---|
Ilma | : hukumnya manshub karena menjadi Maf’ul Bih. |
At-Tafsiri | : hukumnya majrur karena menjadi Mudhof ‘Ilaih. |
Al-Masjidi | : hukumnya majrur karena kemasukan huruf Jer Fi. |
Al-Kabiri | : hukumnya majrur karena menjadi Na’at. |
Jawaban Soal No. 2
Al-Mukminu | : hukumnya marfu’ karena menjadi Mubtada’. |
---|---|
Al-Qowiyyu | : hukumnya marfu’ karena menjadi Na’at. |
Khoirun | : hukumnya marfu’ karena menjadi Khobar. |
Al-Mukmini | : hukumnya majrur karena kemasukan huruf Jer Min. |
Adh-Dho’ifi | : hukumnya majrur karena menjadi Na’at. |
Jawaban Soal No. 3
Abdu | : hukumnya marfu’ karena menjadi Isim Kana. |
---|---|
Lafzhul Jalalah | : hukumnya majrur karena menjadi Mudhof ‘Ilaih. |
Rojulan | : hukumnya manshub karena menjadi Khobar Kana. |
Mahiron | : hukumnya manshub karena menjadi Na’at. |
Al-Fashli | : hukumnya majrur karena kemasukan huruf Jar Fi. |
Al-Awwali | : hukumnya majrur karena menjadi Na’at. |
Jawaban Soal No. 4
Lafzhul Jalalah | : hukumnya manshub karena menjadi Isim Inna. |
---|---|
Kulli | : hukumnya majrur karena kemasukan huruf Jar ‘Ala. |
Syai-in | : hukumnya majrur karena menjadi Mudhof ‘Ilaih. |
Qodir | : hukumnya marfu’ karena menjadi Khobar Inna. |
[1] Asal dari isim adalah laki-laki (mudzakkar). Ia berubah menjadi perempuan (mua’annats) jika adanya tanda, yaitu:
- Adanya ta bulat (ta marbuthoh) seperti صَالِحَةٌ,
- Menunjukkan nama perempuan seperti زَيْنَبُ,
- Dianggap perempuan oleh Al-Qur’an seperti نَارٌ dan شَمْسٌ.